![]() |
| Suasana Rapat Pleno Syuriyah PBNU di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (9/12). Foto: Asep Firmansyah/Antara |
Jakarta,metaberita.com - Gelombang panas konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menguat setelah rapat pleno di Jakarta pada Selasa, 9 Desember 2025, menetapkan Zulfa Mustofa sebagai Pejabat Ketua Umum PBNU.
Alih-alih meredakan ketegangan, langkah tersebut justru memperlebar jurang perpecahan di tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Zulfa Mustofa menyampaikan bahwa kehadiran sejumlah tokoh Syuriyah dalam pleno tersebut menjadi sinyal bahwa PBNU serius mencari jalan keluar dari kekacauan yang telah berbulan-bulan menahan laju organisasi. Ia bahkan menggambarkan forum itu sebagai rapat yang “lengkap dan sah” dengan melibatkan keluarga pendiri NU hingga perwakilan PWNU.
Namun narasi optimistis itu tak berjalan seiring dengan realitas di lapangan. Penolakan justru muncul dari lingkaran Tanfidziyah sendiri, termasuk dari Ketua Umum aktif PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), yang menegaskan bahwa pleno tersebut tidak memiliki legitimasi.
Di tengah polemik yang semakin mengeras, Zulfa juga membeberkan rencananya untuk menggelar sebuah acara besar di Gelora Bung Karno pada 31 Januari 2026. Acara itu digadang menjadi momentum “pemulihan” kondisi PBNU sekaligus menandai babak baru organisasi.
Akan tetapi, wacana tersebut memantik kritik. Banyak pihak menilai langkah cepat kubu pleno terkesan sebagai upaya membangun legitimasi politik sebelum Muktamar 2026 digelar. Situasi yang seharusnya menjadi solusi pun berubah menjadi percikan konflik baru yang memperuncing dinamika di internal PBNU.
